Sabtu pukul 15:59
Sejarah
Oleh: Lina Nurdiana
Afrika..adalah nama negara yang pertama kali muncul dalam benak kita, ketika kita mendengar nama tentang Female Genital Mutilation (FGM). Memang jumlah korban FGM terbanyak di Afrika, namun jgn salah je…praktik sunat perempuan ini juga sempat dan terjadi di Semenanjung Arab, Asia, Australia, Perancis, Inggris dan Amerika.
Setelah menulis tentang teknik menyunat cewek, kali ini saya mencoba menguraikan sedikit yang saya tahu tentang sejarah sunat cewek atau di sebut Female genital Mutilation (FGM)….
Seperti yang diungkapkan Davis seorang peneliti, mengamati bahwa sunat perempuan, bersama dengan hymenolatry, dulu hanya terjadi di daerah sangat terbatas di dunia , yaitu di kalangan orang-orang Semit, Islam dan negara-negara yang dominan Kristen (1976: 158). Dia menyatakan bahwa makin kuno sebuah kebiasaan atau keyakinan, semakin universal praktek-praktek tersebut ditemukan. Bandingkan dengan untuk sunat pada pria, couvades (sebuah ritual yang dilakukan oleh seorang suami ketika istrinya sedang melahirkan), dan mutilasi penis, yang dapat dengan mudah dirunut akar dan sejarahnya.
Ada berbagai laporan tentang sunat perempuan sepanjang zaman. Referensi sejarah pertama yang dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan Herodotus, yang melaporkan keberadaannya di Mesir kuno pada abad ke-5 SM, dia berpendapat bahwa kebiasaan itu berasal dari Ethiopia atau Mesir, seperti yang sedang dilakukan oleh Etiopia serta Fenisia dan Het (Taba, AH, 1979). Sebuah papirus Yunani di British Museum yang diperkirakan berasal pada 163 SM menyebutkan tanggal khitanan dilakukan pada perempuan pada usia ketika mereka menerima mahar mereka. Sebagai tambahan informasi, pada sekitar 163 SM, Mesir dibawah kuasa Dinasti Ptolemaic yang berlangsung dari 305 SM – 30 SM. Pada sekitar 163 SM Mesir dipimpin keturunannya Ptolemy yaitu Ptolemy VI Philometor yang memimpin selama kurang lebih 35 tahun (2 periode) pada 181-164 SM dan 163-145 SM. Ptolemy adalah satu dari 7 bodyguard yang melayani Alexander Agung. Ia menjabat sebagai seorang jendral dan setelah kematian Alexander Agung pada 323 SM, ia menjadi Satrap (semacam gubernur) di Mesir, dan pada 305 ia mendeklarasikan dirinya sebagai Raja Ptolemy I, yang kemudian dikenal sebagai Soter (saviour atau penyelamat). Ya, si mantan bodyguardnya Alexander Agung ini dianggap sbg penyelamat oleh orang-orang Mesir yang memerdekaan Mesir. Ptolemy memimpin Mesir hingga 30 SM sampai akhirnya Roma datang dan menaklukan Mesir. Dari sini bisa diketahui kan bagaimana praktik FGM ini sampai ke Roma.
Bukti juga diperoleh dari anatomi mumi seorang gadis Mesir yang bagian alat vitalnya di sunat tipe I/sunna* dan tipe 3*. Praktik FGM ini mengarah pada teori dan keyakinan Mesir kuno, bahwa Firaun percaya adanya biseksualitas dalam tiap orang. Setiap pria memiliki sisi feminine dalam dirinya, dan sebaliknya. Penyunatan pada keduanya, dipercaya akan membawa keseimbangan jiwa dan kepribadian yang satu.
Ada juga berbagai laporan praktek infibulasi atau praktik pemotongan klitoris serta menjahit tepi-tepinya dengan menyisakan lubang untuk buang air dan haid oleh sejumlah wisatawan abad ke-18, yang mengamati kinerja pada gadis budak oleh pedagang budak di sepanjang Sungai Nil.
(Widstrand, 1965; Cloudsley, 1983) Niebuhr, seorang peneliti ilmiah asal Eropa yang meneliti di Saudi dan Mesir melaporkan adanya sunat wanita pada tahun 1767 di Mesir.
Sir Richard Burton, seorang penjelajah Inggris abad ke-19 yang mencatat tentang masalah seksualitas dikalangan suku primitif, bahwa alih2 mereka ingin meningkatkan hasrat wanita dengan memotong kiltoris dan labia minora (bibir dalam), para wanita yang disunat itu malah berkurang hasratnya..Burton pun mengungkapkan ” The moral effect of female circumcision is peculiar, while it diminishes the heat of passion, it increases licentiousness and breeds a debauchery of mind far worse (sic) than bodily unchastity." (1954: 108).
Berbagai penulis telah menunjukkan bahwa sunat perempuan juga dipraktekkan oleh Roma awal dan Arab. Pada beberapa kelompok itu tampaknya telah menjadi tanda perbedaan, selain tanda perbudakan dan penaklukan.
Dari asal kemungkinan di Mesir dan Lembah Nil, khitan perempuan dianggap telah disebarkan kepada suku-suku pesisir Laut Merah, bersama dengan pedagang Arab, dan dari sana ke timur Sudan. (Modawi, S., 1974)
Afrika dan mitos Klitoris
Pada masyarakat Afrika seperti yang dikemukakan oleh Lightfoot-Klein (1991), masyarakat tersebut melakukan praktik FGM lebih mendasarkan pada mitos daripada mempertimbangkan aspek kesehatan dan lainnya. Mereka menganggap klitoris sesuatu yang menjijikkan, kotor, berbau busuk, bahaya untuk bayi yang baru lahir, berbahaya untuk kesehatan suami.
Sedangkan di Sudan, lanjut Lightfoot-Klein memiliki kepercayaan jika klitoris tidak dipotong, maka klitoris dapat tumbuh sepanjang leher angsa dan menggantung di antara kedua kaki wanita, sehingga mampu menyaingi alat vital pria (1991).
Pada suku Kurya…wanita yang tak disunat tak dihormati dan tak dapat dinikahi.
Usaha yang dilakukan para misionaris di Afrika untuk menghentikan dan melarang parktik FGM ini tak berhasil, begitu pula usaha sama yang dilakuakn Pemerintah Kolonial Ingrris di Sudan dan Kenya…gagal.
Eropa
Heheheh, jangan di kira cuma di Asia_Afrika aja ya, Eropah, kamu juga kena..!!
Eropa sendiri memiliki sejarah tersendiri mengenai bagaimana cara mengendalikan seksualitas wanita, contohnya pada budak-budak di Roma kuno, dipasang cincin berulir pada bagian ‘labia minora’ mereka agar tidak hamil.
Berdasarkan data dari WHO yang dikemukakan oleh Elizabeth A. Estabroooks dalam esainya Female Genital Mutilation, pada kisaran tahun 1900-1939, FGM telah dipraktik kan di Australia kepada anak—anak TK sebagai metode untuk mencegah masturbasi. Praktik sunat menyunat ini bukan mengarah pada syariat agama Islam, namun termasuk dalam warisan ritual masyarakat Eropa-Australia.
Di Inggris, periode terbesar praktek FGM adalah pada kisaran tahun 1858-1866. Penyunatan klitoris ini berlanjut ke Amerika sekitar tahun 1925 hingga 1948. Penyunatan ini diyakini akan menghentikan tidakan masturbasi, menurunkan gangguan mental, menyembuhkan keluhan akan ketagihan hubungan intim pada wanita, juga dapat mencegah atau menghentikan nymphomania (maniak seks) yang akan di alami wanita jika tidak disunat.
Pada akhir tahun 1979, Dr. James E. Burt telah mempraktikkan FGM type “sunna” atau type I (eksisi dari permukaan klitoris, dengan atau tanpa eksisi sebagian atau seluruh klitoris). Ketika praktik sunat perempuan ini sempat berhenti beberapa tahun, lalu marak di lakukan kembali ketika datang banyak imigran di Amerika.
Indonesia
Di Indonesia, sejarah awal, dimana dan kapan sunat perempuan itu bermula, belum saya temukan, namun dapat saya terangkan bahwa, seperti yang di kemukanan oleh Dr. Hamim Ilyas, masyarakat Indonesia yang melakukan FGM adalah penganut mazhab Syafi’I, dan karena mazhab Syafi’I adalah mazhab yang paling dominan di Indonesia,maka menyebarlah dengan cepat sunat wanita tersebut dan menjadi identik dengan “syariat Islam” walapun dalam Al-qur’an tak ada anjuran ataupun perintah untuk melakukan FGM (2005). Di tinjau dari praktik sunat wanita diIndonesia, ini tak hanya disebarkan dari kepercayaan namun juga tradisi budaya dan etnis2 tertentu.
Dr. Hamim Ilyas mengungkapkan bahwa di kawasan tertentu di Indonesia, ada praktik sunat perempuan dengan menaruh jagung atau gabah di kemaluan anak gadis, kemudian seekor ayam jantan diarahkan untuk mematuknya (Jawa: nothol). Ini jelas budaya etnis, bukan ajaran Islam (2005).
infibulasi atau praktik pemotongan klitoris serta menjahit tepi-tepinya dengan menyisakan lubang untuk buang air dan haid tidak ditemukan di Indonesia. mengutip pernyataan Direktur Bina Kesehatan Anak, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat dr. Rachmi Untoro, MPH di detikNews "Di Indonesia, sebenarnya tidak pernah ada kasus seperti yang ditemukan di Afrika. Banyak yang hanya ditempeli dengan kunyit. Tidak dipotong di salah satu bagian vaginanya atau bahkan merusak klitorisnya," (2006) . Meski tidak terjadi infibulasi, penelitian menemukan 75 persen kasus sunat perempuan telah terjadi pemotongan alat kelamin. Dan dari kasus itu banyak yang menyatakan telah menimbulkan rasa sakit.
Olayinka Koso-Thomas menyatakan bahwa "pemberantasan sunat perempuan harus ... melibatkan agama, dan transformasi sosial budaya masyarakat tertentu, bukan terbalik atau mencabut dasar ini dengan keputusan yang cepat, karena upaya legislatif dari masa lalu, yang bertujuan untuk melarang itu, tidak tidak berhasil. " (1987)
Bagi sista2 yang sudah terlanjur di sunat entah bagian klitorisnya atau labia minora (bibir dalam),,,jangan khawatir, karena kalian masih memiliki G-spot yang letaknya 3-5cm di dalam V.
Bagi yang merasa sunat cewek itu bener, yo wes gak popo…, saya juga gak bisa maksa pendapat saya.
Teman, teman saya sudahi tulisan saya mengenai sejarah FGM ini njeh, mudah-mudahan ada info tambahan dari teman-teman yang belum saya tulis di atas dan dapat menjadi masukan berarti bagi kita semua, karena semua itukan berawal dari ketidak tahuan. Maaf loh klo kurang lengkap ato gimana, orang kan judulnya juga "ulasan pendek.." hehehe
Saya suka menulis essay tentang kajian wanita, bukan berarti benci laki-laki, yang perlu kita perangi hanya sisa-sisa produk gagasan patriarki di masa lalu dan bahkan yang mungkin “akan” muncul. Laki-laki itu baik kok, suka menolong saya menstater motor pake kaki di jalan klo pas double stater saya mampet, temen laki2 juga yg ngerjain animasi komik saya (wlpn cuma beberapa detik, hehe), temen laki-laki saya jugalah yang berbaik hati mau ngasih CD Discotion Pill, dan temen-temen laki saya jugalah sering ngejek2 saya ”kecil..kecil..” L hehehe
Terima kasih…
Salam Berkarakter,
Lina jahat.
nb : next essay...saya coba akan mengulas ini kaitannya dengan religi dan kepercayaan,, sudah mendapat beberapa bahan... tinggal di campur.
Keterangan :
*) keterangan dapat di lihat di catatan sebelumnya ...pada "Salahkah Jika Wanita Berhasrat (FGM part II)
Dafatar Pustaka
1) Female GenitalCutting. 2010. Available from URL : http://en.wikipedia.org/wiki/Female_genital_cutting
2) Female Circumcicion in Egypt. 2010. Available from URL : http://cultural-anthropology.suite101.com/article.cfm/female-circumcision-in-egypt
3) Prisoner of Ritual : Some contemporary Developments In The history of Female Genital Mutilation. 1991. Available from URL : http://www.fgmnetwork.org/Lightfoot-klein/prisonersofritual.htm
4) Davis, E.G., (1976), The First Sex, Penguin Books, New York
5) Lightfoot-Klein, H., (1989) Prisoners of Ritual: An odyssey into Female Genital Circumcision in Africa, Haworth Press, 10 Alice St., Binghamton, New York 13904.
6) Burton, R. (1954) Love, War and Fancy: Notes to the Arabian Nights. Rimber, London.
7) Wallerstein, F., (1980), Circumcision: An American Health Fallacy, Springer Publ. Corp., New York.
8) Koso-Thomas, O., (1987), The Circumcision of Women. A Strategy for Eradication, Zed Books, London.
9) Modawi, S. (1974), The Impact of Social and Economic Changes in Female Circumcision, Sudan Medical Association Congress Series, No. 1, Sudan Medical Association, Khartoum.
10) Widstrand, C.C. (1965), Female Infibulation, Studia Ethnographica Upsaliensia, 20.
11) Wallerstein, F., (1980), Circumcision: An American Health Fallacy, Springer Publ. Corp., New York.
12) Eliminating Female Genital Mutilation - An interagency statement OHCHR, UNAIDS, UNDP, UNECA, UNESCO, UNFPA, UNHCR, UNICEF, UNIFEM, WHO. Department of Reproductive Health and Research (RHR), World Health Organization. 2008.
13) Skaine, R (2005). Female genital mutilation: Legal, cultural and medical issues. Jefferson, NC, USA: McFarland. ISBN 0-7864-2167-3.
14) Kemuliaan Yang Membahayakan. 2006. Available from URL : http://www.detiknews.com/read/2006/09/28/095541/683998/159/kemuliaan-yang-
15) Wahbah al Zuhaili, Al Fiqh al Islamy wa Adillatuhu, Dar al Fikr al Mu’ashir, Beirut, cet. IV, 2004, h. 2751-2752. Baca: Ibnu Qudamah, Al Mughni, Dar al Hadits, Kairo, 2004, Vol. I, h. 107. Al Nawawi, Syarh Majmu’,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar